
Oleh : Iverdixon Tinungki
MINGGU, 31 Januari 2021, Sangihe merayakan HUT ke 596 tahun. Banyak hal menarik yang patut menjadi buah renung tentang kepulauan ini, baik dari sisi sejarah dan juga budaya yang telah menuntun detak jantung peradaban manusia Sangihe sejak ribuan tahun.
Dalam tradisi sastra, “Tatimongan” adalah syair doa pengharapan (penolak bala) orang Nusa Utara. Tatimongan biasanya dinyanyikan saat hati merasa putus asa. Sastra Titimongan yang terindah berasal dari abad XIII karya putri Kulano Wowontehu, Uringsangiang berjudul: “Tatimongan Umbolangi”. Syair itu dituturkannya saat Bininta (perahu) kerajaan yang ditumpanginya hanyut terbawa arus angin selatan. Dalam Tatimongan itu ia memohon agar ayah ibunya serta rakyat kerajaan mendoakan keselamatannya.
Uringsangiang, putri dari datuk Mokoduludugh, raja kerajaan Wowontehu. Dikisahkan, ia dan perahunya hanyut dan terdampar di pulau Sangihe. Dari syair tangisannya itu juga diperkirakan nama Sangihe di ambil (Sangi=Tangis). Namun yang terpenting dalam kebudayaan tua Nusa Utara, menangis punya tradisinya sendiri. Baik itu tangisan kesakitan, pedih dan putus asa serta tangisan duka, sudah ditata dalam bentuk sastra yang teratur. Jadi siapa pun yang menangis, mengikuti tradisi itu. Tak heran kalau ada duka, orang yang menangis, ratapnya kedengaran seperti nyanyian. Di masa itu tangisan adalah nyanyian. Barangkali dari akar budaya itulah Brown, seorang penulis Eropa menamakan kepulauan Nusa Utara (Sangihe Talaud) sebagai “Archipelago of Tears” (Kepulauan Air Mata).
Syair Tangisan Uringsangiang
ya aduh kasihan
sekiranya aku burung gerangan
ya aduh kasihan
aku terbang ke pulau hakekat
ya aduh kasihan
aku tak dapat menimbang pikiran
ya aduh kasihan
aku dipangku sang keasingan
ya aduh kasihan
aku tinggal di sini
ya kamu
ya aduh kasihan
kamu tak bawa aku bersama
ya kamu
ya aduh kasihan
berharap aku angin pendorong
ya kamu
ya aduh kasihan
jangan tinggal aku sebatang kara
ya kamu
ya aduh kasihan
aku tidak menghendaki rumah
ya kamu
ya aduh kasihan
aku hendak berumah di perahu
ya kamu.